BAB II
ﻧﺎﺌﺐ ﺍﻟﻓﺎﻋﻞ
1.
Pengertian
Na’ibul fa’il yaitu
kalimat isim yang dibaca rafa’ yang tidak menyebutkan fa’il bersamanya atau
disebut juga pengganti fa’il.
Contoh: ﻮﺧﻟﻖ ﺍﻹﻧﺳﺎﻦ ﺿﻌﻴﻓﺎ
Dari pengertian diatas, maka lafadz bisa disebut Naibul Fail jika memenuhi
tiga hal, yaitu:
a.
Berupa kalimat isim
Contoh: ﺿﺮﺏ ﺰﻳﺪ
b.
Dibaca rafa’
Contoh: ﺿﺮﺏ ﺰﻳﺪ
c.
Tidak menyebutkan fa’il bersamanya
Contoh: ﺿﺮﺏ ﺰﻳﺪ
2.
Tujuan membuang fi’il
Tujuan membuang
fa’il dalam naibul fa’il itu ada dua, yaitu tujuan dalam lafadz dan tujuan
dalam ma’na:
1)
Tujuan dalam lafadz
a.
Meringkas kalam
Contoh: ﻮﺇﻦﻋﺎﻗﺑﺗﻢ ﻓﻌﻗﺎﺑﻮﺍ ﺑﻣﺛﻞ ﻣﺎﻋﻮﻗﺑﺗﻢ
b.
Menyamakan saja
Contoh: ﻣﻦ ﻄﺎﺑﺖ ﺳﺮﻴﺮﺗﻪ ﺤﻣﺪﺖ
ﺳﻴﺮﺗﻪ
c.
Karena syair
Contoh:ﻏﻴﺮﻯ ﺍﺨﺮﻯ ﺬﻟﻚ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻋﻟﻗﺗﻬﺎ ﻋﺮﺿﺎ ﻮﻋﻟﻗﺖ ﺮ
2)
Tujuan dalam ma’na
a.
Karena sudah diketahui
Contoh: ﻮﺧﻟﻖ ﺍﻹﻧﺳﺎﻦ ﺿﻌﻴﻓﺎ
b.
Karena tidak diketahui
Contoh: ﺳﺮﻗﺎ ﺍﻟﻣﺎﻞ
c.
Menyamarkan fa’il
Contoh: ﺗﺻﺪﻕ ﺍﻟﻴﻮﻢ ﻋﻟﻰ ﻣﺳﻜﻴﻦ
d.
Mengagungkan fa’il
Contoh: ﺨﻟﻕ ﺍﻟﺤﻨﺯﻴﺮ
e.
Menghina fa’il
Contoh: ﻄﻌﻦ ﻋﻣﺮ
f.
Benci mendengar nama fa’il
disebutkan
Contoh: ﻗﺗﻞ ﺍﻟﺤﺳﻴﻦ
3.
Cara membuat fi’il mabni maf’ul
Setelah membuang
fa’il, dan menempatkan maf’ul pada tempatnya, kemudian terjadi keserupaan apakah fa’ilnya itu yang asli atau
naibul fa’il. Untuk membedakan hal itu
maka fi’ilnya perlu berubah, dan dinamakan fi’il mabni maf’ul, sedangkan cara
membuatnya yaitu sebagai berikut:
a.
Fi’il Madhi
1)
Fi’il Tsulatsi dan ruba’i
Dengan dibaca dhommah huruf awalnya dan dibaca kasroh pada huruf sebelum akhir. Contoh:
ﻔﻌﻞ - ﻜﺴﺮ - ﻜﺴﺮ
ﻓﻌﻠﻞ - ﺪﺤﺮﺝ - ﺪﺤﺮﺝ
ﺃﻓﻌﻝ - ﺃﻧﺯﻞ - ﺃﻧﺯﻞ
ﻔﻌﻞ - ﻓﺮﺡ - ﻓﺮﺡ
ﻓﺎﻋﻝ - ﺿﺎﺮﺐ - ﺿﻮﺮﺐ
2)
Fi’il madhi yang ada tambahan ta
Dengan dibaca dhammah huruf awal dan kedua, dan
membaca kasroh pada huruf sebelum
akhir. Contoh:
ﺘﻓﻌﻞ - ﺗﻜﺳﺮ - ﺗﻜﺳﺮ
ﺘﻓﺎﻋﻝ - ﺗﺒﺎﻋﺪ - ﺗﺒﻮﻋﺪ
ﺗﻓﻌﻟﻞ - ﺗﺪﺨﺮﺝ - ﺗﺪﺨﺮﺝ
3)
Fi’il madhi yang dimulai hamzah
washal
Dengan membaca dhammah huruf awal dan yang kedua, serta membaca kasroh sebelum akhir. Contoh:
ﺇﻓﺘﻌﻞ - ﺇﺟﺘﻤﻊ - ﺃﺟﺘﻤﻊ
ﺇﻧﻓﻌﻞ - ﺇﻨﻜﺳﺮ -
ﺃﻨﻜﺳﺮ
ﺇﺳﺗﻓﻌﻞ - ﺇﺳﺗﺨﺮﺝ
- ﺇﺳﺗﺨﺮﺝ
ﺇﻓﻌﻮﻋﻞ - ﺇﺤﻟﻮﻟﻰ - ﺇﺤﻟﻮﻟﻰ
b.
Fi’il Mudhari’
1)
Fi’il tsulatsi dan ruba’i
Dengan dibaca dhammah
huruf awalnya, dan dibaca fathah
huruf sebelum akhir. Contoh:
ﻴﻔﻌﻞ - ﻴﺿﺮﺐ - ﻴﺿﺮﺐ
ﻴﻓﻌﻠﻞ - ﻴﺪﺤﺮﺝ - ﻴﺪﺤﺮﺝ
ﻴﻔﻌﻞ
- ﻴﻜﺮﻢ - ﻴﻜﺮﻢ
ﻴﻔﻌﻞ - ﻴﻓﺮﺡ - ﻴﻓﺮﺡ
ﻴﻓﺎﻋﻝ - ﻴﺿﺎﺮﺐ - ﻴﺿﺎﺮﺐ
2)
Fi’il mudhari’ yang dalam fi’il
madhi nya ada ta ziyadah
Dengan dibaca dhammah huruf awalnya, dan dibaca fathah huruf sebelum akhir. Contoh:
ﻴﺘﻓﻌﻞ - ﻴﺗﻜﺳﺮ - ﻴﺗﻜﺳﺮ
ﻴﺘﻓﺎﻋﻝ - ﻴﺗﺒﺎﻋﺪ - ﻴﺗﺒﺎﻋﺪ
ﻴﺘﻓﻌﻟﻞ - ﻴﺗﺪﺤﺮﺝ - ﻴﺗﺪﺤﺮﺝ
3)
Fi’il mudhari’ yang fi’il madhi
nya dimulai hamzah washal
Dengan dibaca dhammah huruf awalnya dan dibaca fathah huruf sebelum akhir. Contoh:
ﻴﻓﺘﻌﻞ - ﻴﺟﺗﻣﻊ - ﻴﺟﺗﻣﻊ
ﻳﻧﻓﻌﻞ - ﻴﻨﻜﺳﺮ- ﻴﻨﻜﺳﺮ
ﻴﺴﺘﻓﻌﻞ - ﻴﺳﺗﺨﺮﺝ - ﻴﺳﺗﺨﺮﺝ
ﻴﻓﻌﻮﻋﻞ - ﻴﺤﻟﻮﻟﻰ - ﻴﺤﻟﻮﻟﻰ
4.
Pembagian naibul fa’il
Naibul fa’il dibagi menjadi dua,
yaitu:
a.
Isim dhohir
Contoh:
ﺿﺮﺐ ﺰﻴﺪ - ﻴﺿﺮﺐ ﺰﻴﺪ
Dalam contoh diatas, Naibul fa’ilnya
berupa isim dhahir, yaitu lafadz ﺰﻴﺪ
dibaca rafa’ dengan ditandai dhammah, karena berupa isim mufrad, sedang yang
merafa’kan adalah fi’il sebelumnya.
b.
Isim dhomir
Naibul fa’il yang berupa isim dhamir ada
12, yaitu:
ﺿﺮﺒﺕ Saya
dipukul
ﺿﺮﺒﻨﺎ Kita
dipukul
ﺿﺮﺒﺕ Kamu (seorang laki-laki) dipukul
ﺿﺮﺒﺕ
Kamu (seorang perempuan) dipukul
ﺿﺮﺒﺗﻣﺎ
Kamu berdua (laki-laki/perempuan) dipukul
ﺿﺮﺒﺗﻢ Kalian
(laki-laki) dipukul
ﺿﺮﺒﺗﻦ
Kalian (laki-laki) dipukul
ﺿﺮﺐ Dia
(seorang laki-laki) dipukul
ﺿﺮﺒﺕ Dia
(seorang perempuan) dipukul
ﺿﺮﺒﺎ Dia
berdua (laki-laki) dipukul
ﺿﺮﺒﻮﺍ Dia
(banyak laki-laki) dipukul
ﺿﺮﺒﻦ Dia (banyak
perempuan) dipukul
Dalam pembahasan yang
lalu telah disebutkan bahwa apabila fi’il dikehendaki untuk mabni maf’ul, maka
maf’ul bih menduduki tempat fa’il sebagai penggantinya. Kemudian Ibnu Malik
mengisyaratkan dalam bait ini bahwa apabila maf’ul bih nya tidak ada maka
zharaf atau masdar atau jar majrur lah yang menggantikan kedudukannya. Ibnu
malik telah mensyaratkan hendaknya masing-masing dari hal-hal yang telah
disebutkan tadi layak untuk menjadi pengganti maf’ul bih.
Untuk itu dikecualikan
hal-hal yang tidak layak untuk menjadi pengganti, yaitu seperti zharaf yang
tidak menerima tanwin. Atau dengan kata lain, lafads yang hanya dinashabkan
bila menjadi zharaf seperti lafadz ﺳﺤﺮ
apabila ma’na yang dimaksud waktu sahur saja dan juga seperti lafadz ﻋﻨﺪﻙ. Untuk itu, tidak boleh mengatakan ﺟﻟﺲﻋﻨﺪﻙ dan tidak boleh pula mengatakan ﺮﻜﺐﺳﺤﺮ. Maksudnya supaya tidak menyimpang dari
apa yang telah ditetapkan dalam bahasa arab, yaitu irab nashab yang bersifat
lazim (harus).
Mashdar
yang tidak menerima tanwin, seperti lafadz ﻣﻌﺎﺫﺍﻠﻟﻪ maka lafadz ini tidak boleh dibaca rafa’ karena alasan seperti
dalam masalah zharaf tadi. Demikian pula seperti hal-hal yang tidak ada
faidahnya, baik berupa zharaf, mashdar, atau jar majrur. Oleh sebab itu, tidak
boleh mengatakan ﺳﻴﺮﻮﻗﺕ, ﺿﺮﺐﺿﺮﺐ, dan ﺟﻠﺲﻔﻰﺍﻟﺪﺍﺮ karena contoh-contoh tadi tidak mengandung arti yang berfaidah.
Contoh
yang menggambarkan masing-masing pengganti yang dapat diterima ialah seperti
perkataan:
ﺳﻴﺮ ﻴﻮﻢ ﺍﻟﺟﻣﻌﺔ Hari
jum’at dijalani
ﺿﺮﺐ
ﺿﺮﺐ ﺷﺪﻴﺪ Pukulan
yang keras telah dipukulkan
ﻣﺮ
ﺒﺰﻴﺪ Zaid
telah dilewati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar